Sabtu, 27 November 2010

Mutiara Wasiat KH. Muhammad Yahya

Asy-Syauqi dalam syairnya pernah berkata:
manusia dilahirkan dalam keadaan mengangis dan orang disekelilingnya tertawa bahagia atas kelahirannya, maka seharusnya pada saat ia meninggal maka yang terjadi adalah sebaliknya. Ia meninggal dalam keadaan senyum dan orang disekelilingnya menangis bersedih atas kepergiannya.
Syair inilah yang menggambarkan kepergian seorang ulama pengasuh umat, almukarrom KH. M Yahya, 36 tahun yang lalu. Sosok ulama sufi yang telah begitu banyak berjuang, baik untuk ummat maupun untuk bangsa tercinta.

Beliau memang telah pergi meninggalkan kita semua, tapi ajaran, wasiat dan nasehat beliau akan terus dikenang dan dijalankan oleh semua murid-murid dan keluarga beliau. Sikap sufi dan keteladanan yang beliau miliki sebagian dapat kita lihat dan pelajari dari nasehat-nasehat beliau yang tertuang dalam cuplikan buku biografi beliau.
Almukarrom adalah sosok ulama yang selalu menekankan belajar (ngaji) dan belajar, tidak peduli ia anak kyai atau anak orang biasa, agar dalam hidup ini kita bisa berhasil. Karena belajar adalah fitrah kita sebagai manusia sebagaimana ayat yang pertama kali turun dalam surat al-’Alaq. Dengan belajar maka manusia akan memperoleh ilmu, sedangkan kunci kesuksesan dalam hidup ini adalah ilmu sebagaimana hadis nabi:
barang siapa ingin berhasil dalam urusan dunianya maka ia bisa memperolehnya dengan ilmu, barang siapa ingin berhasil dalam urusan akhiratnya maka ia bisa memperolehnya dengan ilmu, dan barang siapa yang ingin berhasil dunia dan akhirat maka ia bisa memperolehnya dengan ilmu.
Dan masih banyak lagi sikap-sikap beliau yang mencerminkan sosok yang begitu kuat dan kukuh dalam menjaga dan memegang ajaran-ajaran agama Islam. Wasiat dan pesan almarhum selama hidup atau menjelang wafatnya tetap terngiangngiang dan terpatri di dalam hati para putera-puteri, kerabat dan sejawat beliau. K.H Abdurrahman Yahya, menuturkan beberapa wasiat dan pesan Almarhum kepada putra-putri beliau seputar tujuan hidup, konsep berkehidupan, dan pedoman meneruskan pesantren.
Nasab, Ilmu dan Rizki
Walaupun menurut riwayat, Kyai Yahya masih ada hubungan nasab dengan Sunan Gunug Jati dan Sunan Kalijogo, namun beliau tidak pernah menceritakan tentang garis keturunan hal itu.Bahkan seringkali beliau berpesan kepada putra-putrinya :
Wong iku senajan keturunan Sopo wae, nanging yen ora gelem ngaji, hiyo dadi wong bodho. Mulane ngajiho seng temenan, lakonono seng temenan, ora-ora yen nganti kleleran. Ojo maneh menungso, makhluk seng paling mulyo, sedeng tengu-tengu lan semut utowo kewan kang najis pisan koyo asu, celeng iku wayahe mangan hiyo mangan. Mulane masalah rizki ojo mamang-mamang. Saumpomo aku mati ninggal dunyo brono kang akeh, tapi anak- anakku bodho-bodho, iku aku bakal nangis terus ning akhirat. Kosok baline aku bungah-bungah ono akhirat senajan aku mati ora ninggal opo-opo asal anak-anakku tak ngertekno agomo.
Orang itu meskipun keturunan siapa saja, namun bila tak mau mengaji, pasti akan menjadi orang bodoh. Oleh karena itu, mengaji dan belajarlah dengan sungguh-sungguh, lakukanlah dengan serius. Dengan itu hidup tidak akan terlantar. Jangankan manusia makhluk yang paling mulia, sedangkan tengu dan semut bahkan hewan yang najis sekalipun seperti anjing dan babi, itu tetap makan bila waktunya makan. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya:
Dan tidaklah hewan-hewan di muka bumi, kecuali atas mereka (dijamin)oleh Allah rizkinya.
Makanya, tidak usah ragu masalah rizki. Seandainya saya mati, meninggalkan harta warisan dunia yang melimpah, sementara anak-anak saya bodoh, maka di akhirat akan membuat saya menangis terus-menerus, tanpa henti. Sebaliknya saya akan bahagia di akhirat, meskipun ketika mati, saya tidak mewariskan harta sesenpun, asalkan anak-anak saya sudah saya bekali dengan ilmu agama. Sebagaimana yang di maksud Allah swt dalam Al Qur’an:
“Barang siapa yang mengharapkan keuntungan akhirat, maka Kami akan menambah baginya keuntungan itu. Dan barangsiapa menghendaki keuntungan dunia, maka Aku berikan, dan baginya tidak ada bagian di akhirat”.
Waktu, Istiqomah dan Karomah
“Waktu, gunakno kanggo belajar seng temenan ben ora getun kepungkur. Sebab wong tuo ora bakal terus nunggoni anak-anake, ananging bakal pindah. Sedeng poro ulama’ yen sedo, ilmu-ilmune bakal di gowo nang kuburan ora ditinggal.” “Kabeh wahe dadio wong seng istiqomah sembarang-sembarange. luwih-luwih ngajine, sholat jama’ahe sebab kang den arani karomah iku hio istiqomah iku mahu”.
Gunakanlah waktu untuk belajar dengan sungguh-sungguh, biar tidak menyesal di kemudian hari. Sebab orang tua tidak akan terus-menerus menunggui dan membimbing anak-anaknya. Suatu saat dia akan pindah alam, meninggalkan anak-anaknya. Sedangkan para ulama’ yang wafat ilmunya akan di bawa ke alam kubur, tidak ditinggal. Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah swt tidaklah mencabut ilmu dengan menghilangkanya dari dada hamba-hambanya, akan tetapi dengan memanggil para ulama’.”
Semua saja (anak-anakku), jadilah orang istiqomah dalam segala hal, lebih-lebih dalam mengaji, shalat jama’ah. Sebab yang di namakan karomah adalah istiqomah. “Istiqomah itu lebih baik dari seribu karomah (kemuliaan).dan istiqomah adalah kemuliaan itu sendiri”.
Kerukunan Keluarga dan Musyawarah
Lan kabeh wahe anak-anaku kudu seng rukun karo dulur-dulre,ojo nganti persulayan seng tuwo mbimbingo nang seng cilik,seng cilik hormato nang seng tuwo.Masalah opo wahe rampung ono kanti musyawarah lan istikhoroh, ojo grusahgrusuh”.
Dan semua saja, wahai anak-anakku, harus selalu rukun dengan saudara, jangan sampai berselisih. Kepada yang tua, bimbinglah saudara yang lebih muda. Dan yang muda hormatilah yang lebih tua. Sebab Nabi bersabda:
“Bukan termasuk golonganku ,orang yang tidak mengasihi yang lebih kecil, dan orang yang tidak menghormati yang lebih tua.”
Masalah apa saja, selesaikanlah lewat musyawarah dan istikhoroh. Jangan tergesagesa. Sebab tidaklah rugi orang yang beristikhoroh dan tidaklah menyesal orang yang bermusyawaroh.
Kebarokahan Pesantren
Dana merupakan masalah tersendiri bagi pesantren di Indonesia.Tetapi Kyai Yahya memiliki pilihan tersendiri tentang pengadaan dana. Beliau tidak mau melibatkan pemerintah dalam pembangunan dan pengembangan pesantren. Hal ini terungkap dari wasiat langsung beliau kepada segenap putra-putri:
“Masalah pembangunan pondok, sak pungkurku besuk hio wis tetep ngeneiki wae(swadaya masyarakat). Ora usah ngriwuki mareng hukumah (pemerintah) ben tetep barokah ila yaumil qiyamah.”
Masalah pembangunan pondok sepeninggal saya kelak, biarkan tetap seperti ini (membangun dengan swadaya masyarakat). Tidak usah merepotkan pemerintah, agar tetap barokah sampai hari kiamat.
Pesan bagi para Santri
Kyai Musni (alm) dan K.H. Imam Ghozali mencatat beberapa wasiat dan pesan Kyai Yahya terutama bagi para penuntut ilmu. Pesan ini merupakan sari dari ucapan beliau baik secara tersurat maupun tersirat melalui tindakan.
Pertama :
Para santri hendaknya selalu bertindak istiqomah dalam ibadah agar menemukan ruh ibadah.Sebab menurut Kyai Yahya ruh ibadah itu dapat di rasakan dengan giat, berjuang keras dan istiqomah dalam amal ibadah.
Kedua :
Hendaklah waktu di manfaatkan dengan baik. Jangan dibiarkan waktu berlalu untuk pekerjaan yang tidak ada manfaatnya atau sia-sia (lagho).
Ketiga :
Para santri hendaknya membangun kehidupan batiniyah dengan nasit (banyak diam), zuhud, wara’ dan taqorrub ila Allah.Dimensi batiniyah menurut kyai Yahya mutlak diperlukan demi kesiapan diri sebagai pengajar dan pendidik.
Keempat :
Poro santri yen arep madhep bangku kudu duwe sangu.” Artinya, bagi santri yang menjadi seorang pengajar dan pendidik agama hendaknya memiliki bekal ekonomi yang cukup sebelum mengajar. Nasihat ini diterima Kyai Yahya dari mbah Kyai Ismail, sehubungan dengan aktifitas al-mukarrom membina umat. Implikasinya, tidak sepatutnya bila kehidupan asap dapur seorang Kyai atau pengajar agama itu bergantung kepada para santri.Artinya tamak kepada santri.
Kelima :
Para santri dalam beribadah hendaknya memiliki jiwa perjuangan dan penuh kesabaran.Tidak mudah putus asa.Hal ini dicontohkan oleh Kyai Yahya ketika menggali sumur pesantren.Walaupun penggalian sudah cukup dalam dan sumber air tak kunjung datang (ditemukan), sang mertuapun menyarankan untuk menghentikan penggalian, beliau dengan sabar dan tekad membaja meneruskanya juga sampai akhirnya air menyembur. Mencari ilmu ibarat mencari air dengan menggali sumur. Ketika ilmu belum di temukan, berarti pencarian belum selesai.
Keenam :
Hendaknya para santri konsisten atau kukuh dalam memegang prinsip dan pandangan yang dinilainya benar.Untuk urusan kebenaran syari’at menurut Kyai Badri, Kyai Yahya merupakan ulama’ yang kaku, tidak ada kompromi karena kuatnya dasar yang di gunakan beliau.Namun demikian Kyai Yahya secara demokratis mempersilakan orang lain untuk tidak sepakat dan tidak sependapat dengan pendirian beliau.

1 komentar: